Kuasa Hukum Desak Polresta Manado Bebaskan Istri TNI Yang Menang Praperadilan


(Penghiburan Balderas S.H, Tim Kuasa Hukum Windyarti Mamu)

MANADO sulutberita.com

Penghiburan Balderas S.H selaku Tim Kuasa Hukum dari Windyarti Mamu, mendesak penyidik Polresta Manado untuk segera melepaskan kliennya (Windyarti) yang kini tengah ditahan oleh pihak penyidik.

Menurutnya (Balderas), desakan tersebut bukan tanpa dasar, akan tetapi sesuai hasil Praperadilan yang dimenangkan pihaknya di Pengadilan Negeri (PN) Manado, pada Senin, 8 Desember 2025.

“Penetapan status Klien kami sebagai tersangka adalah tidak sah,” tegasnya.

Berikut bunyi putusan Praperadilan yang diterbitkan oleh PN Manado;

MENGADILI:

1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan Pemohon untuk sebagian;

2 Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/647/IX/2025/Reskrim tanggal 10 September 2025, Surat Perintah Penyidikan Lanjutan Nomor:

SP.Sidik/647.a/IX/2025/Reskrim tanggal 29 September 2025, Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/649/IX/2025/Reskrim tanggal 10 September 2025, Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/649.a/IX/2025/Reskrim tanggal 29 September 2025, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

3. Menyatakan Penetapan Tersangka atas nama WINDYARTI MAMU alias WINDY sesuai Surat Ketetapan Status Tersangka Nomor: S. TAP /

260/IX/2025/Reskrim tanggal 29 September 2025 kepada WINDYARTI MAMU alias WINDY adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4. Menyatakan Penahanan terhadap Tersangka atas nama WINDYARTI MAMU alias WINDY sesuai Surat Perintah Penahanan Nomor: SP. Han /167/X/2025/Reskrim tanggal 31 Oktober 2025 maupun terhadap Perpanjangan Penahanan sesuai Nomor : SP. Han /167.a/XI/2025/Reskrim tanggal 20 November 2025, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga harus dikeluarkan dari tahanan;

5. Menolak Permohonan selain dan selebihnya;

6. Menyatakan biaya perkara NIHIL.

“Jadi sesuai putusan Praperadilan itu, sejak dibacakan putusan (Senin, 8/12), klien kami harus segera dilepaskan penyidik,” ungkap Balderas kepada sejumlah media saat berada di Polresta Manado.

“Klien kami ini istri seorang TNI. Dituduh menggelapkan uang perusahaan PT. SSI, padahal dia sudah bekerja di perusahaan itu selama 15 tahun. Apa iya menggelapkan uang perusahaan?,” terang Balderas.

Dirinya pun mempertegas kembali bahwa melalui Praperadilan itu tidak terbukti.

"Tapi hingga malam ini (Senin malam) sudah hampir mau jam 10 malam, ibu Windy tidak dibebaskan dengan alasan bertele-tele. Ada apa ini? Mau jadi apa model hukum Indonesia ini?,”  bebernya yang menambahkan bahwa, kliennya hanya ingin menggunakan hak nya, sebagaimana dalam putusan Praperadilan jelas telah memerintahkan untuk dikeluarkan.

"Saya mau sampaikan bahwa Polresta Manado tidak menghormati putusan pengadilan. Saya harap informasi ini sampai kepada Presiden Prabowo,” tandas Balderas.

Sementara itu ditambahkan, Grubert Ughude S.H yang juga bagian dari Tim Kuasa Hukum Windyarti, menerangkan bahwa sesuai aturan Pasal 19 Perkap no 6 tahun 2019: Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c, dilakukan oleh Penyidik terhadap tersangka dengan dilengkapi Surat Perintah Penahanan. Kedua, tindakan penahanan dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan, dan Ketiga, tanggung jawab administrasi terhadap tersangka yang ditahan, berada pada Penyidik yang mengeluarkan surat perintah penahanan, serta tanggung jawab pemeliharaan dan perawatan tersangka yang ditahan selama di dalam rutan, berada pada pejabat pengemban fungsi tahanan dan barang bukti.

“Dalam hal penahanan ini tidak sah berdasarkan putusan Praperadilan. Klien kami harus segera dilepaskan sejak dibacakan putusan, atau diterimanya salinan putusan,” terang Grubert.

Adapun diketahui, seperti dalam pemberitaan sebelumnya, bahwa Mantan karyawan PT SSI, Windyarti Mamu alias Windy, telah ajukan gugatan dan Praperadilan melalui Tim Kuasa Hukumnya, Penghiburan Balderas Cs, dimana Windy mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan Nomor Perkara 625/Pdt.G/2025/PN Mnd, serta Permohonan Praperadilan Nomor 24/Pid.Pra/2025/PN Mnd.

Dijelaskan Balderas bahwa, awal mula peristiwa itu pada tanggal 17 Agustus 2025 sekitar pukul 13.00 WITA, ketika dua pejabat PT SSI, yakni A dan H, bersama dua anggota TNI mendatangi kediaman Windy di Asrama Kompi Bantuan Yonif Raider 712 Paniki Bawah, Kota Manado.

Menurut kuasa hukum, keduanya (A dan H) menuduh kliennya telah menggelapkan dana perusahaan senilai Rp15 miliar, yang dalam pertemuan itu juga, H disebut melontarkan kalimat bernada ancaman: (Di mana kamu sembunyikan uang Rp15 miliar, kalau kamu tidak jujur akan saya geledah dan buang barang-barang kamu keluar.)

Karena merasa tertekan dan tidak ingin menimbulkan keributan di lingkungan asrama, Windy hanya bisa pasrah saat rumahnya digeledah tanpa surat resmi.

Dalam penggeledahan tersebut, sejumlah barang pribadi milik Windy pun diambil, antara lain Perhiasan Emas 20 gram, satu Laptop Lenovo, Satu Ponsel Samsung S24 Ultra, Uang Tunai Rp70 juta, Mesin Penghitung Uang, serta Satu Unit Mobil Hyundai Creta DB 1317 RP (milik suaminya yang merupakan anggota TNI).

Windy kemudian dibawa ke kantor PT. SSI Manado untuk diperiksa secara internal oleh dua pegawai perusahaan, R dan N. Dalam pemeriksaan itu, Windy mengaku dipaksa dan diarahkan untuk mengakui perbuatan pengambilan uang di sejumlah ATM BNI di Kota Manado, Airmadidi, dan Langowan.

Beberapa hari kemudian, tepatnya 22 Agustus 2025, Windy kembali ditekan oleh A dan H agar mentransfer uang sebesar Rp100 juta ke rekening PT. SGI (Bank Mandiri 1320022830427), dengan ancaman kasusnya akan dilaporkan ke Polisi. Karena takut, Windy akhirnya menuruti permintaan tersebut.

Namun pada 25 Agustus 2025, A justru melaporkan Windy ke Polresta Manado dengan tuduhan penggelapan uang perusahaan sebesar Rp16.110.950.000, berdasarkan Summary Audit COU Manado tanggal 24 Agustus 2025. Dalam laporan itu disebutkan adanya selisih uang pada brankas BNI Cabang Manado, sementara di brankas bank lain seperti BTN, Panin, SMBC, dan Bukopin dinyatakan tidak ada selisih.

Karena merasa difitnah, Windy melaporkan balik ke Polda Sulawesi Utara pada 29 Agustus 2025 dengan Nomor STTLP/B/597/VIII/2025/SPKT/POLDA SULUT, terkait dugaan pemerasan dan pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh kedua oknum PT. SSI.

Namun, berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Penyelidikan Nomor B/622/X/2025/Ditreskrimum tanggal 15 Oktober 2025, perkara tersebut dilimpahkan ke Polresta Manado, yang juga menangani laporan dari pihak pelapor.

Kuasa Hukum Windy pun menilai pelimpahan perkara ini tidak wajar, dan menimbulkan benturan kepentingan.

“Penyidik yang sama, menangani dua perkara dengan posisi hukum yang saling berlawanan (satu sebagai pelapor, satu sebagai terlapor). Hal ini jelas tidak objektif,” tegas Balderas yang menilai, proses penetapan tersangka terhadap kliennya berlangsung sangat cepat. 

Hanya dalam waktu beberapa hari sejak laporan dibuat, Windy langsung menerima Surat Panggilan Nomor S.Pgl/681/IX/2025/Reskrim dan SPDP Nomor B/343/IX/2025/Reskrim, yang menetapkannya sebagai tersangka atas dugaan penggelapan sebagaimana Pasal 374 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Proses ini kami nilai tidak transparan dan cenderung mengabaikan asas praduga tak bersalah. Hingga kini tidak pernah ada bukti konkret bahwa ada uang perusahaan yang benar-benar hilang,” jelas Balderas.

Selain itu, Tim Hukum Windy juga menyoroti hasil audit internal yang dijadikan dasar laporan. Berdasarkan dokumen yang diperoleh, tidak ada konfirmasi resmi dari pihak salah satu Bank selaku pemilik dana.

“Sampai hari ini, penyidik belum pernah memeriksa pihak bank untuk memastikan apakah benar terjadi kehilangan uang. Semua hanya berdasar laporan internal perusahaan,” tambahnya.

Windy pun melalui kuasa hukumnya membantah keras tuduhan tersebut. Ia menilai, tuduhan penggelapan adalah rekayasa internal PT SSI untuk menciptakan kerugian fiktif demi mengklaim dana asuransi. Berdasarkan pengakuannya, praktik serupa pernah terjadi di lingkungan PT SSI, antara lain pada peristiwa vandalism ATM yang kemudian dijadikan dasar klaim asuransi.

Dalam dokumen yang dimiliki kuasa hukum, tercatat dua kasus sebelumnya: 29 Januari 2025 di ATM Mutiara Berlian Malalayang, dilaporkan kerugian Rp168,3 juta; 1 April 2025 di ATM Kakaskasen I, dilaporkan kerugian Rp692,6 juta.

Namun, menurut berita acara dari pihak bank, kedua kasus tersebut tidak menimbulkan kehilangan uang tunai, dan hanya berupa kerusakan fisik pada mesin ATM.

Selain itu, kuasa hukum juga mengungkap dugaan intervensi aparat penegak hukum. Menurut mereka, salah satu pejabat kepolisian berinisial MI, kata Balderas, diduga pernah menghubungi pihak pengacara untuk mengundurkan diri dari pendampingan hukum Windy dengan imbalan uang Rp2 miliar yang dijanjikan pihak perusahaan. “Kami menganggap ini sebagai bentuk penyalahgunaan jabatan dan pelecehan terhadap profesi advokat,” ucap Balderas.

(Drin)

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.