MITRA,sulutberita.com
Dugaan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Desa Soyoan menuju desa Moreah, Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) yang dilakukan oknum MS alias Maya, semakin menjadi.
Pasalnya walaupun sebelumnya sudah beberapa kali viral dalam sejumlah pemberitaan media tentang aktivitas PETI nya, Maya masih leluasa beraktivitas seperti biasa walaupun menuai kecaman dari masyarakat karena telah menimbulkan kerugian, yang salah satunya adalah, fasilitas akses jalan menjadi rusak akibat tertutup material dari aktivitas PETI tersebut tanpa ada upaya pertanggungjawaban.
Tak hanya itu, Maya nampak leluasa dalam aktivitasnya itu, karena diduga adanya koordinasi dengan pihak terkait dan tanpa ada royalti kepada negara, namun aktivitas PETI nya jelas merusak fasilitas jalan.
Hal tersebut pun disorot Pemerhati Lingkungan yang juga Aktivis Rakyat Antikorupsi Sulut, Harianto Nanga SIP, yang mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) baik Kepolisian (Polda Sulut) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut untuk segera mengambil tindakan tegas mengusut persoalan Royalti/Pajak negara meskipun lokasi itu status PETI. “Iya, karena telah merusak fasilitas yang dibangun negara. Makanya pemerintah wajib menarik royalti dari aktivitas PETI itu,” ujar Harianto Nanga SIP.
Menurutnya, untuk dikenakan pajak negara itu tidak hanya berlaku untuk perusahaan saja, tapi berlaku pula bagi usaha perorangan yang melakukan aktivitas (mengelola minerba) walaupun tidak memiliki payung (hukum) perseroan atau berstatus ilegal.
“Aktivitas tambang emas tersebut bisa diperiksa pajaknya, seperti pajak daerah, karena aktivitas ekonomi yang terjadi tetap menghasilkan pendapatan yang seharusnya dikenakan pajak. Namun, penegakan hukum terkait pajak pada tambang ilegal tidak hanya bergantung pada pemungutan pajak, tetapi juga melibatkan proses penertiban dan penegakan sanksi pidana terhadap kegiatan ilegal itu sendiri,” jelas Harianto dengan menambahkan, bahwa tambang ilegal itu diperiksa pajak berdasarkan undang-undang dan peraturan terkait perpajakan serta penambangan mineral dan batubara, terutama Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
“Didalamnya terdapat sanksi pidana bagi pelaku penambangan tanpa izin, serta hukum pidana perpajakan seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) bagi pengemplang pajak. Selain itu, praktik tambang ilegal juga dapat dikenai sanksi administratif berupa denda dan pengelolaan yang tidak sesuai peraturan. Pemerintah daerah berhak memungut pajak dari kegiatan pengambilan mineral dan batubara (MBLB), termasuk aktivitas yang ilegal. Tujuannya untuk mencegah praktik ilegal yang merugikan negara karena tidak membayar pajak, royalti, dan kewajiban lainnya,” tambahnya.
Tak hanya itu, Harianto juga mengaskan selain potensi pemeriksaan pajak, pelaku tambang ilegal juga dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan undang-undang yang berlaku.
“Jadi, meskipun tindakan ilegal itu sendiri melanggar hukum, prinsipnya adalah bahwa aktivitas ekonomi yang terjadi, bahkan dalam skala ilegal, tetap harus tunduk pada kewajiban perpajakan,” pungkasnya.
Adapun hingga pemberitaan ini dipublis/tayang, wartawan masih terus melakukan upaya konfirmasi kepada pihak Maya yang diduga merupakan penguasa PETI dalam pemberitaan diatas. (*/Drin)
Post A Comment:
0 comments: