slider

Menu

Info Terbaru

Aktivitas PETI Di Nibong Dinilai "Kebal" Hukum Sehingga Terkesan Kapolres Mitra Tak Mampu?

(Foto:ist./kunjungan Kapolda Sulut, Danrem 131 Santiago, dan Forkopimda ke wilayah pertambangan Ratatotok pada beberapa bulan lalu.)

MITRA,
sulutberita.comHingga saat ini, Rabu 14 Mei 2025 atau terhitung semenjak berita diterbitkan, upaya konfirmasi masih terus dilakukan sejumlah wartawan ke beberapa pihak seperti, Dinas ESDM Daerah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) yang dinakhodai Fransiskus Maindoka, serta pihak Kepolisian Resort (Polres) Minahasa Utara (Mitra), namun masih belum membuahkan hasil tentang adanya dugaan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) atau ilegal yang berlangsung di lahan Nibong, Kawasan Hutan Lindung Megawati di Wilayah Ratatotok, Kabupaten Mitra.

Diketahui kawasan dimaksud pada sebelumnya sudah pernah di Police Line atau penyegelan oleh aparat kepolisian namun pada kenyataannya informasi yang didapati wartawan, kini telah kembali aktiv beroperasi (ada kegiatan ilegal) sehingga terkesan para oknum (pekerja PETI) tersebut "kebal" akan hukum di Wilayah Polres Mitra yang kini di jabat Kapolres AKBP Handoko Sanjaya.

Adapun dengan "lemahnya" penegakkan hukum di wilayah Polres Mitra tersebut, sehingga aktivitas yang diduga kuat didalangi oknum Jun alias JG lebih leluasa bahkan tak tanggung-tanggung disebut telah mengerahkan lima (5) unit alat berat untuk mengeruk emas dengan menggunakan metode rendam dua mingguan di dua bak besar dan berlangsung tanpa jeda, siang hingga malam hari.

Seperti dalam pemberitaan sejumlah media sebelumnya, dari pengakuan sejumlah warga yang meminta namanya tidak ingin dipublikasikan, menurut mereka hal tersebut (kegiatan pertambangan) itu sudah bukan menjadi rahasia lagi, dengan gampangnya aktifitas alat berat keluar masuk di wilayah PETI itu.

"Polisi pernah police line, tapi sekarang jalan terus. Apa tidak ada yang bisa hentikan?" ungkap warga tersebut yang menambahkan bahwa, kawasan pertambangan itu berada di titik yang sulit dijangkau. Namun, suara raungan alat berat dan truk pengangkut material nyaris tak pernah berhenti.

"Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar bagi kami, siapa yang melindungi aktivitas ilegal ini?," sebutnya.

Ia pun menjelaskan, soal aturan serta Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, setiap bentuk pertambangan tanpa izin adalah pelanggaran serius yang bisa dijerat pidana dan denda miliaran rupiah.

"Apalagi, lokasi tambang berada di area hutan lindung yang seharusnya steril dari aktivitas eksploitatif. Selain aspek hukum, ancaman ekologis mengintai warga sekitar. Kerusakan hutan, pencemaran sungai, potensi longsor dan banjir lumpur menjadi mimpi buruk yang terus menghantui," ujarnya.

Ditambahkan warga lainnya pula, bahwa mereka merasa dihantui dalam ketakutan untuk berbicara jujur maupun ketakutan akan akibat dari pertambangan itu akan berdampak pada kerusakan kampung mereka.

"Alam sudah rusak, air keruh, dan suara alat berat tak pernah berhenti," sebutnya. (Drin)

Share
Banner

Sulut Berita

Post A Comment:

0 comments: